A. Definisi
Ruptur
uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan
karena angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang
terjadi di luar rumah sakit sudah dapat dipastikan meninggal dalam
kavum abdomen. Ruptura uteri masih sering dijumpai di Indonesia
karena persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dukun seagian besar
belum mengetahui mekanisme persalinan yang benar, sehingga kemacetan
proses persalinan dilakukan dengan dorongan pada fundus uteri dan dapat
mempercepat terjadinya ruptura uteri.
Menurut
Sarwono Prawirohardjo pengertian ruptura uteri adalah robekan atau
diskontinuitas dinding rahim akiat dilampauinya daya regang mio metrium.
Penyebab ruptura uteri adalah disproporsi janin dan panggul, partus
macet atau traumatik. Ruptura uteri termasuk salahs at diagnosis banding
apabila wanita dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut
bawah, diikuti dengan syok dan perdarahan pervaginam. Robekan tersebut
dapat mencapai kandung kemih dan organ vital di sekitarnya.
Resiko
infeksi sangat tinggi dan angka kematian bayi sangat tinggi pada kasus
ini. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada para
metrium, kadang-kadang sangat sulit untuk segera dikenali sehingga
menimbulkan komplikasi serius atau bahkan kematian. Syok yang terjadi
seringkali tidak sesuai dengan jumlah darah keluar karena perdarhan heat
dapat terjadi ke dalam kavum abdomen. Keadaan-keadaan seperti ini,
sangat perlu untuk diwaspadai pada partus lama atau kasep.
B. Masalah
- Morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada kasus ini
- konservasi fungsi reproduksi
- Resiko ruptura uteri ulangan
C. Faktor Predisposisi
- Multiparitas / grandemultipara
- Pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat
- Kelainan letak dan implantasi plasenta umpamanya pada plasenta akreta, plasenta inkreta/plasenta perkreta.
- Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis
- Hidramnion
Cara terjadinya atau jenis rupture uteri adalah :
- Ruptura uteri spontan
a. Terjadi spontan dan seagian besar pada persalinan
b. Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan
- Ruptur uteri trumatik
a. Terjadi pada persalinan
b. Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi farsep, ekstraksi vakum, dll
- Rupture uteri pada bekas luka uterus
Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada uterus.
Pembagian rupture uteri menurut robeknya dibagi menjadi :
1. Ruptur uteri kompleta
a. Jaringan peritoneum ikut robek
b. Janin terlempar ke ruangan abdomen
c. Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen
d. Mudah terjadi infeksi
2. Ruptura uteri inkompleta
a. Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b. Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c. Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma
D. Gejala
1. Biasaya
ruptura uteri didahului oleh gejala-gejala ruptura membakat, yaitu his
yang kuat dan terus-menerus, rasa nyeri yang hebat di perut bagian bawah
nyeri waktu ditekan, gelisah atau seperti ketakutan, nadi dan
pernapasan cepat, cincin van bandl meninggi.
2. Setelah
terjadi ruptura uteri dijumpai gejala-gejala syok, perdarahan (bisa
keluar melalui vagina ataupun kedalam rongga perut), pucat, nadi cepat
dan halus, pernapasan cepat dan dangkal, tekanan darah turun. Pada
palpasi sering bagian-bagian janin dapat diraba langsung di awah dinding
perut, ada nyeri tekan, dan di perut bagian bawah teraba uteus
kira-kira seesar kepala bayi. Umumnya janin sudah meninggi.
3. Jika
kejadian ruptura uteri telah lama terjadi, akan timbul gejala-gejala
meteorismus dan defence musculare sehingga sulit untuk dapat meraba
bagian janin.
E. Prognosis
Rupture
uteri merupakan malapetaka untuk ibu maupun janin. Oleh karena itu
tindakan pencegahan sangat penting dilakukan. Setiap ibu bersalin yang
disangka akan mengalami distosia, kelainan letak janin, atau pernah
mengalami tindakan operatif pada uterus seperti seksio sesarea,
miomektomi dll, harus diawasi dengan cermat. Hal ini perlu dilakukan
agar tindakan dapat segera dilakukan jika gejala-gejala ruptura uteri
membakat, sehingga ruptura uteri dapat dicegah terjadinya pada waktu
yang tepat.
F. Penanganan / Penatalaksanaan
Penanganan
ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya mungkin
dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap bidan
kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan adalah
melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga dapat melakukan
rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat. Oleh karena
itu, kerja sama dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat
penting.
Mengahdapi ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas segera harus dilakukan :
1. Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi keadaan syok
2. Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi dapat dikurangi.
3. Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat memberikan pertolongan
4. Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk menghindari terjadinya perdarahan baru.
Menurut Sarwono Prawirohardjo
Penanganan ruptura uteri :
1. Berikan seera cairan isotonik (ringer loktat atau garam fisiologis) 500 ml dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomi
2. Lakukan
laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas pelayanan
kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan
3. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan memungkinkan, lakukan reparasi uterus
4. Bila luka menalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien mengkhawatirkan lakukan histerektomi
5. Antibiotika dan serum anti tetanus.
Bila
terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum luas.
Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor,
tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis
tidak dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti
tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar